Sabtu, 24 Desember 2011



  
Asal Usul Burung Ruai

asal usul burung ruai adalah Alkisah, di sebuah daerah Kalimantan Barat kabupaten Sambas, tepatnya di pedalaman benua Bantahan sebelah Timur Kota Sekura Ibu kota Kecamatan Teluk Keramat yang dihuni oleh Suku Dayak, telah terjadi peristiwa. Menurut informasi yang ada bahwa di dekat Gunung Bawang berdampingan dengan Gunung Ruai tersebut terdapat sebuah kerajaan yang kecil. Tidak jauh dari kedua gunung dimaksud terdapatlah sebuah gua yang bernama “Gua Batu”, di dalamnya terdapat banyak aliran sungai kecil di dalamnya terdapat banyak ikan, gua tersebut dihuni oleh seorang kakek tua renta dan sakti.

Cerita ini dimulai dengan adanya seorang raja yang memerintah di kerajaan kecil, raja itu mempunyai 7 orang putri, tetapi raja itu tidak mempunyai istri karena dia telah meninggal. Di antara ketujuh orang putri tersebut ada satu orang putri yang memiliki budi pekerti yang baik, rajin, suka menolong dan taat pada orang tua, yaitu Si Bungsu, karena itu sang ayah sangat saying kepadanya. berbeda dengan keenam kakak-kakaknya, perilakunya sangat berbeda jauh dengan Si Bungsu, keenam kakaknya mempunyai hati yang jahat, iri hati, dengki, suka membantah orang tua, dan malas bekerja. Setiap hari hanya bermain-main saja.

Dengan kedua sifat inilah, maka sang ayah (raja) menjadi pilih kasih terhadap putri-putrinya. Hampir setiap hari keenam kakak Si Bungsu dimarah oleh ayahnya, sedangkan Si Bungsu sangat dimanjakannya. Melihat perlakuan inilah maka keenam kakak Si Bungsu menjadi dendam, bahkan benci terhadap adik kandungnya sendiri, maka bila ayahnya tidak ada di tempat, sasaran sang kakak adalah melampiaskan dendam kepada Si Bungsu dengan memukul habis-habisan tanpa ada rasa kasihan sehingga tubuh Si Bungsu menjadi kebiru-biruan dan karena takut dipukuli lagi Si Bungsu menjadi takut dengan kakaknya.

Karena itu segala hal yang diperintahkan kakaknya mau tidak mau Si Bungsu harus menurut seperti: mencuci pakaian kakaknya, membersihkan rumah dan halaman, memasak, mencuci piring, bahkan yang paling mengerikan lagi, Si Bungsu biasa disuruh untuk mendatangkan beberapa orang taruna muda untuk teman/menemani kakaknya yang enam orang tadi. Semua pekerjaan hanya dikerjakan Si Bungsu sendirian sementara ke enam orang kakaknya hanya bersenda gurau saja.

Sekali waktu pernah akibat perlakuan keenam kakaknya itu terhadap Si Bungsu diketahui oleh sang raja (ayah) dengan melihat badan (tubuh) Si Bungsu yang biru karena habis dipukul tetapi takut untuk mengatakan yang sebenarnya pada sang ayah, dan bila sang ayah menanyakan peristiwa yang menimpa Si Bungsu kepada keenam kakaknya maka keenam orang kakaknya tersebut membuat alasan-alasan yang menjadikan sang ayah percaya seratus persen bahwa tidak terjadi apa-apa. Salah satu yang dibuat alasan sang kakak adalah sebab badan Si Bungsu biru karena Si Bungsu mencuri pepaya tetangga, kemudian ketahuan dan dipukul oleh tetangga tersebut. Karena terlalu percayanya sang ayah terhadap cerita dari sang kakak maka sang ayah tidak memperpanjang permasalahan dimaksud.

Begitulah kehidupan Si Bungsu, meskipun demikian Si Bungsu masih bersikap tidak menghadapi perlakuan keenam kakaknya, kadang-kadang Si Bungsu menangis tersedu-sedu menyesali dirinya mengapa ibunya begitu cepat meninggalkannya. sehingga ia tidak dapat memperoleh perlindungan. Untuk perlindungan dari sang ayah boleh dikatakan masih sangat kurang. Karena ayahnya sibuk dengan urusan kerajaan dan urusan pemerintahan.

Setelah mengalami hari-hari yang penuh kesengsaraan, maka pada suatu hari berkumpullah seluruh penghuni istana untuk mendengarkan berita bahwa sang raja akan berangkat ke kerajaan lain untuk lebih mempererat hubungan kekerabatan diantara mereka selama satu bulan. Ketujuh anak (putrinya) tidak ketinggalan untuk mendengarkan berita tentang kepergian ayahnya tersebut. Pada pertemuan itu pulalah diumumkan bahwa kekuasaan sang raja selama satu bulan itu dilimpahkan kepada Si Bungsu, yang penting bila sang raja tidak ada di tempat, maka masalah-masalah yang berhubungan dengan kerajaan (pemerintahan) harus mohon (minta) petunjuk terlebih dahulu dari Si Bungsu. Mendengar berita itu, keenam kakaknya terkejut dan timbul niat masing-masing di dalam hati kakaknya untuk melampiaskan rasa dengkinya, bila sang ayah sudah berangkat nanti. Serta timbul dalam hati masing-masing kakaknya mengapa kepercayaan ayahnya dilimpahkan kepada Si Bungsu bukan kepada mereka.

Para prajurit berdamping dalam keberangkatan sang raja sangat sibuk untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Maka pada keesokan harinya berangkatlah pasukan sang raja dengan bendera dan kuda yang disaksikan oleh seluruh rakyat kerajaan dan dilepas oleh ketujuh orang putrinya.

Keberangkatan sang ayah sudah berlangsung satu minggu yang lewat. Maka tibalah saatnya yaitu saat-saat yang dinantikan oleh keenam kakaknya Si Bungsu untuk melampiaskan nafsu jahatnya yaitu ingin memusnahkan Si Bungsu supaya jangan tinggal bersama lagi dan bila perlu Si Bungsu harus dibunuh. Tanda-tanda ini diketahui oleh Si Bungsu lewat mimpinya yang ingin dibunuh oleh kakanya pada waktu tidur di malam hari.

Setelah mengadakan perundingan di antara keenam kakaknya dan rencanapun sudah matang, maka pada suatu siang keenam kakak di bungsu tersebut memanggil Si Bungsu, apakah yang dilakukannya?. Ternyata keenam kakanya mengajak Si Bungsu untuk mencari ikan (menangguk) yang di dalam bahasa Melayu Sambas mencari ikan dengan alat yang dinamakan tangguk yang dibuat dari rotan dan bentuknya seperti bujur telur (oval). Karena sangat gembira bahwa kakaknya mau berteman lagi dengannya, lalu Si Bungsu menerima ajakan tersebut. Padahal dalam ajakan tersebut terselip sebuah balas dendam kakaknya terhadap Si Bungsu, tetapi Si Bungsu tidak menduga hal itu sama sekali.

Tanpa berpikir panjang lagi maka berangkatlah ketujuh orang putri raja tersebut pada siang itu, dengan masing-masing membawa tangguk dan sampailah mereka bertujuh di tempat yang akan mereka tuju (lokasi menangguk), yaitu gua batu, Saat mereka tiba di gua itu, Si bungsu pun di suru masuk terlebih dahulu Ketika ia jauh masuk ke dalam, justru kakak-kakaknya pergi jauh meninggalkannya. Maka tinggallah Si bungsu seorang diri di dalam gua. Suasana gua yang gelap gurita membuat Si bungsu tersesat. Ia pun hanya bisa menangis siang dan malam.

Bagaimana nasib Si Bungsu? tanpa terasa Si Bungsu berada dalam gua itu sudah tujuh hari tujuh malam lamanya, namun ia masih belum bisa untuk pulang, tepatnya pada hari ketujuh Si Bungsu berada di dalam gua itu, tanpa disangka-sangka terjadilah peristiwa yang sangat menakutkan di dalam gua batu itu, suara gemuruh menggelegar-gelegar sepertinya ingin merobohkan gua batu tersebut, Si Bungsu pun hanya bisa menangis dan menjerit-jerit untuk menahan rasa ketakutannya, maka pada saat itu dengan disertai bunyi yang menggelegar muncullah seorang kakek tua renta yang sakti dan berada tepat di hadapan Si Bungsu, lalu Si Bungsu pun terkejut melihatnya, tak lama kemudian kakek itu berkata,” Sedang apa kamu disini cucuku?”, lalu Si Bungsu pun menjawab,” Hamba ditinggalkan oleh kakak-kakak hamba, kek!”, maka Si Bungsu pun menangis ketakutan sehingga air matanya tidak berhenti keluar, tanpa diduga-duga pada saat itu dengan kesaktian kakek tersebut titik-titik air mata Si Bungsu secara perlahan-lahan berubah menjadi telur-telur putih yang besar dan banyak jumlahnya, kemudian Si Bungsu pun telah diubah bentuknya oleh si kakek sakti menjadi seekor burung yang indah bulu-bulunya. Si Bungsu masih bisa berbicara seperti manusia pada saat itu, lalu kakek itu berkata lagi, “Cucuku aku akan menolong kamu dari kesengsaraan yang menimpa hidupmu tapi dengan cara engkau telah kuubah bentukmu menjadi seekor burung dan kamu akan aku beri nama Burung Ruai, apabila aku telah hilang dari pandanganmu maka eramlah telur-telur itu supaya jadi burung-burung sebagai temanmu!”. Kemudian secara spontanitas Si Bungsu telah berubah menjadi seekor burung dengan menjawab pembicaraan kakek sakti itu dengan jawaban kwek … kwek … kwek … kwek …. kwek, Bersamaan dengan itu kakek sakti itu menghilang bersama asap dan burung ruai yang sangat banyak jumlahnya dan pada saat itu pula burung-burung itu pergi meninggalkan gua dan hidup di pohon depan tempat tinggal Si Bungsu dahulu, dengan bersuara kwek … kwek …. kwek … kwek …. kwek, Mereka menyaksikan kakak-kakak Si Bungsu yang dihukum oleh ayahnya karena telah membunuh Si Bungsu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar