Tes Acetone – Hemat Saku Pakai Pembersih Cat Kuku
Hari gini bicara kebut-kebutan, bagi sebagian orang mungkin tetap menarik. Tetapi sebagian besar pengguna kendaraan harian biasanya bakal berkata boros dong?
Uniknya, dari beberapa pertanyaan itu muncul beberapa topik mengenai pembersih kutek alias cat kuku. Konon, cairan bernama acetone ini bisa bikin irit konsumsi BBM. Topik ini beredar juga di kalangan pencinta otomotif tanah air maupun luar negeri.
Oksigenat
Pemakaian acetone atau cairan pembersih cat kuku sebagai aditif bensin memang masih menjadi kontroversi sampai saat ini. Coba deh, iseng browsing di situs-situs khusus membahas mengenai ramuan bensin plus acetone buat kendaraan. Berbagai pendapat dan pengalaman baik positif maupun negatif bermunculan. Bahkan ada reality show di luar negeri yang khusus membahas pemakaian acetone ini.
Sebenarnya apa sih acetone itu? Acetone merupakan cairan bening, mudah menguap (titik didih 56° C) dengan bau yang sangat khas. Sangat mudah mengenalinya karena bau ini adalah ciri khas cairan pembersih cat kuku. Menilik lebih jauh, acetone merupakan termasuk gugus keton yang juga bersaudara dengan gugus alkohol. Molekulnya punya tiga atom karbon.
Cairan ini memang banyak digunakan sebagai cairan pembersih kuku. Lalu kira-kira sifat apa yang berguna sebagai aditif bahan bakar. Sebenarnya tidak ada teori yang sudah dijelaskan secara ilmiah mengenai hal ini.
Yang ada, hanya teori mengenai tegangan permukaan acetone. Teori itu isinya mengatakan acetone mampu mengurangi tegangan permukaan dari bensin. Tegangan permukaan itu kira-kira merupakan gaya yang mengikat atom atau molekul dalam cairan. Misalnya saja air, perlu suhu 100° C supaya tegangan permukaan terputus dan air bisa menguap.
Sebagai cairan, bensin juga mempunyai tegangan permukaan. Nah, tegangan ini merupakan salah satu faktor yang menghalangi pengabutan bensin. Sedangkan pengabutan bensin sangat diperlukan supata campuran bensin dan udara lebih homogen. Nah, belum pernah ada pembuktian ilmiah mengenai hal ni. Karena itu, biasanya pemakain acetone tidak banyak. Hanya 1/5.000 sampai 1/3.000 dari jumlah bensin. Sedikit sekali.
Aditif bensin biasanya punya tiga kriteria. Pertama, bisa berupa senyawa oksigenat. Lalu punya octane number tinggi atau juga dilihat heating valuenya(kalor bakar). Acetone lebih memiliki kecenderungan sebagai senyawa oksigenat.
Metode Tes
Sedikit berbeda dengan pengetesan lain, tabloid OTOMOTIF tidak membuktikan langsung pengaruh tegangan permukaan pada pengabutan bensin. Juga tidak mengamati perbedaan keiritan langsung dengan mengukur konsumsi BBM. Efek pengiritan bakal tampak dari karakter gas buang. Yaitu perbedaan air-fuel ratio (AFR) dari mobil tes Suzuki APV. Sengaja dipakai APV dikarenakan mesin injeksi G15 masih pakai sistem open loop. Sehingga gas buang tidak dikoreksi sama sekali. Perbedaan AFR pun terbaca jelas.
Konsentrasi acetone yang digunakan adalah 1/500 (0.2%), memang jauh lebih banyak dari beberapa pendapat yang ada, Toh, pengetesan lebih bertujuan memerhatikan AFR. Karena itu sekaligus dipadu penggunaan etanol 98% (mendekati murni, kadar air hanya 2%). Ramuannya, 15% etanol dan 5% acetone. Hal ini untuk membuktikan etanol mampu melarutkan acetone lebih baik.
Untuk itu, pengetesan dilakukan di atas roller dynamometer Dastek, AFR dihitung real time dengan alat wideband lambda. Idealnya, AFR mesin bensin ada 14,7:1 atau sebandng dengan nilai lambda 1. Angka lambda dan AFR makin kecil berarti makin boros dan sebaliknya.
Pengukuran AFR tidak hanya dilakukan pada saat stasioner, tetapi juga pada putaran tinggi dengan pembebanan. Ini dimaksudkan sebagai stimulasi pengendaraan sehari-hari. Selain itu sekalian dicatat juga perbandingan tenaga maksimum dari masing-masing campuran.
Hasil Tes
Pengujian pertama menggunakan bensin premium. Pada putaran mesin stasioner 800 rpm, diketahui lambda 0,98 atau AFR 14,4:1. Setelah itu, mengukur sisa pembakaran saat mesin dipacu di atas mesin dyno dengan pembebanan. Saat pedal gas ditekan habis dan putaran roda ditahan pada 2.000 rpm, angka lambda terpantau 0,9. Kemudian terus dicatat setiap kenaikan 500 rpm hingga 5.500 rpm.
Setelah mencatat patokan sisa pembakaran melalui bensin saja, atau tanpa ditambah acetone. Barulah pengetesan menggunakan bensin premium sebanyak 4 liter yang ditambahkan 8 ml acetone (konsentrasi 0,2%). Saat stasioner ternyata hasilnya campuran menjadi lebih gemuk (bensin lebih banyak). Yaitu sebesar 0,97 atau 14,25:1. Lebih boros dari lambda bensin saja sebesar 0,98. Begitu juga yang terjadi saat sisa pembakaran diukur di atas mesin dyno. Mulai dari putaran 2.000 rpm hingga 5.000 hasilnya cenderung boros.
Perilaku berbeda tampak pada campuran kedua dengan 15% etanol dan 5% acetone. Hasilnya ternyata membuat sisa pembakaran cenderung kurus, yaitu lambda sebesar 1,01 pada putaran stasioner. Di atas dyno sisa pembakaran juga cenderung kurus hingga putaran 5.500 rpm.
Di luar perilaku AFR, ternyata kedua oplosan mampu menaikan tenaga dari standar APV 98, 7dk/6.000 rpm dan torsi 134,7 Nm/3.500 rpm. Campuran pertama acetone menaikan tenaga jadi 99,6 dk/6.000 rpm dan torsi 135,9 Nm/3.500 rpm. Lalu campuran etanol dan acetone meski punya AFR lebih kurus, ternyata juga mampu menaikan tenaga 100,2 dk/6.000 rpm dan torsi 135,9 m/3.500 rpm.
Kesimpulan
Dari hasil tes yang ada , kesimpulan yang ditarik berbeda untuk mobil yang berbeda. Kami menggolongkan efeknya pertama pada mobil injeksi dengan sistem closed loop, lalu kedua pada mobil injeksi open loop dan karburator yang punya efek mirip.
Sedikit tambahan, mobil injeksi masa kini biasanya sudah pakai sistem closed loop. Semua mobil Eropa biasanya sudah pakai sistem ini. Beberapa mobil Jepang juga sudah pakai. Cirinya, pakai sensor oksigen (wide band lambda sensor) dengan empat sampai enam kabel di saluran buang. Mesin jenis ini bisa mengubah setingan secara real time berdasarkan kadar oksigen pada komposisi gas buang.
Campuran pertama kemungkinan besar akan menimbulkan efek irit pada mobil injeksi closed loop. Soalnya dengan AFR lebih kaya, mpbil jenis ini cenderung mengurangi suplai bensin untuk mencapai AFR ideal. Artinya ECU akan membuat campuran bensin lebih kurus, dengan kata lain lebih irit.
Efek campuran pertama kali buat mobil injeksi closed loop dan karburator juga bisa bikin irit. Meski AFR lebih boros, tenaga dan torsi lebih enak. Sehingga enggak butuh bensin lebih banyak untuk mencapai kecepatan yang sama. Ujung-ujungnya irit juga kan?
Gejala berbeda tampak pada campuran kedua. AFR lebih kurus kurang menguntungkan buat mobil injeksi closed loop. Soalnya mesin mobil ini bakal mengoreksi jumlah bensin, karena kurang akan ditambah. Jadi lebih boros.
Relatif beda dengan mobil injeksi open loop dan karburator. Sudah campuran bensin lebih kurus, lebih bertenaga pula. Kira-kira efeknya mirip sama campuran pertama, bensin bisa lebih irit karena mesin lebih bertenaga.
Sumber dari : Tabloid Otomotif